Rabu, 02 Oktober 2013

ILMU BUDAYA DASAR (Contoh Kasus Hakekat Manusia dan Kebudayaan)


CONTOH KASUS HAKEKAT MANUSIA DAN KEBUDAYAAN


I.Konser Kolosal Angklung Digelar di Beijing

Jumat, 22 Maret 2013

Angklung sebagai alat musik tradisional Jawa Barat memiliki daya tarik bagi para wisatawan asing untuk belajar memainkannya seperti terlihat di Saung Angklung Udjo, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (9/10/2009).
BEIJING, KOMPAS.com--Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) akan menggelar konser kolosal 10 ribu angklung di Beijing, akhir Mei 2013.
Ketua Umum Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT), Bondan Gunawan di Beijing, Kamis, mengatakan konser kolosal 10 ribu angklung ini merupakan salah satu bentuk diplomasi budaya untuk mempererat hubungan antarmasyarakat Indonesia dan China.
"Diplomasi itu aspeknya banyak, ada antarpemerintah, antarpelaku bisnis, dan antarmasyarakat. Diplomasi antarmasyarakat terdiri atas bidang budaya, olahraga dan ilmu pengetahuan. Konser kolosal angklung ini merupakan bentuk diplomasi budaya," katanya menjelaskan.
Bondan mengatakan gagasan untuk menggelar konser kolosal 10 ribu angklung telah dimulai sejak satu hingga dua tahun lalu.
"Konser akan digelar di lapangan terbuka, dan dimainkan oleh 10 ribu orang yang sebagian besar adalah pelajar, mahasiswa serta warga masyarakat China," ungkap Bondan.
Namun, ada pula yang berasal dari masyarakat keturunan Tionghoa dari Kalimantan, Surabaya sekitar 500 orang yang akan bergabung dalam konser kolosal 10 ribu angklung tersebut, lanjutnya.
Konser kolosal 10 ribu angklung juga akan dicatatkan pada Guiness Book of Records. "Sebelumnya telah ada konser kolosal 5.000 angklung yang digelar perwakilan Indonesia di Amerika Serikat pada 2011," kata Bondan.
Direktur Saung Angklung Udjo Taufik Hidayat mengatakan konser kolosal 10 ribu angklung ini merupakan bentuk pelestarian alat musik bambu khas Indonesia yang telah tercatat sebagai salah satu warisan budaya dunia "The Intangible Heritages" UNESCO.
"Syarat untuk dapat bertahan tercatat sebagai warisan budaya UNESCO adalah warisan budaya dimaksud harus terpelihara, terlindungi, terpromosikan dan tergenerasikan. Jika upaya itu tidak dapat kita lakukan terus menerus, angklung bisa dicabut statusnya sebagai warisan budaya dunia. Maka itu, kita terus berupaya agar angklung tetap terpelihara, terlindungi, terpromosikan dan tergenerasikan ," katanya.
Dalam konser kolosal angklung di Beijing Mei mendatang selain mengerahkan 10 ribu angklung, Saung Angklung Udjo juga mengirimkan 40 orang untuk ikut terlibat.
"Selama konser kolosal angklung itu, akan dilantunkan enam hingga tujuh lagu baik lagu Indonesia maupun China, yang akrab di telinga masyarakat masing-masing kedua negara, seperti `Ayo Mama` dari Indonesia atau `Yue Liang Dai Biao Wo De Xin` lagu dari China," katanya.
Taufik menambahkan, "Kami juga akan membawakan lagu yang agak sulit seperti lagu dari Queen. Kami ingin menunjukkan bahwa alat musik angklung mampu memainkan aransemen musik yang agak rumit,".


TANGGAPAN :
Dari contoh kasus diatas dapat dilihat bahwa kebudayaan Indonesia telah mampu mendunia. Ini membuktikan bahwa budaya Indonesia yang beragam tidak boleh dipandang sebelah mata dan budaya Indonesia juga mampu tampil di pentas dunia, supaya masyarakat dunia tahu kebudayaan Indonesia yang beragam.
Kita patut berbangga akan ini. Apalagi yang bermain alat musik angklung di konser kolosal angklung yang digelar di Beijing, China tersebut kebanyakan adalah warga China sendiri. Seperti juga yang terlihat pada gambar diatas tampak wisatawan asing pun terlihat antusias memainkan alat musik tradisional ini. Ini membuktikan bahwa alat musik ini memiliki daya tarik tersendiri bagi para warga negara asing untuk memainkannya.
Konser kolosal 10 ribu angklung ini merupakan bentuk pelestarian alat musik bambu khas Indonesia yang telah tercatat sebagai salah satu warisan budaya dunia "The Intangible Heritages" UNESCO. Karena seperti yang dikatakan oleh Direktur Saung Angklung Udjo Taufik Hidayat bahwa "Syarat untuk dapat bertahan tercatat sebagai warisan budaya UNESCO adalah warisan budaya dimaksud harus terpelihara, terlindungi, terpromosikan dan tergenerasikan. Jika upaya itu tidak dapat kita lakukan terus menerus, angklung bisa dicabut statusnya sebagai warisan budaya dunia. "
Maka dari itu, kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki kekayaan  budaya ini harus terus berupaya agar budaya Indonesia termasuk angklung tetap terpelihara, terlindungi, terpromosikan dan tergenerasikan.
Bentuk-bentuk budaya tersebut akan menjadi saksi sejarah bagi manusia sekarang dan bahkan menjadi pusat perhatian dunia sebagai bangsa yang cukup maju peradabannya di masa lalu.Keanekaragaman kebudayaan daerah dari berbagai etnis di tanah air, akan terus dikibarkan untuk mendukung bagi pelestarian budaya nasional tanah air.
Tapi semua itu tidak akan menjadi kenyataan ke depannya, jika generasi selanjutnya atau generasi penerus bangsa ini tidak memiliki rasa kecintaan terhadap budaya atau minimal mengerti terhadap kebudayaan apa yang kita miliki, agara nantinya mereka tahu apa yang harus dilakukan agar budaya Indonesia tetap terjaga kelestariannya. Pernyataan yang mendasari dari masalah di atas mampukah budaya kita untuk bertahan melawan banyaknya budaya asing yang masuk? gempuran budaya modern alias budaya asing lebih banyak mengandung unsur-unsur negatif bagi pertumbuhan nasional bangsa Indonesia dibandingkan dengan unsure-unsur positifnya.Apalagi terhadap posisi bangsa Indonesia yang masih dalam masa perkembangan, dan masih gencar-gencarnya membangun.Lebih buruknya lagi unsur-unsur tersebut lebih menagarah ke arah generasi penerus bangsa ini.

II. Logat Bahasa
Disini saya akan membahas satu contoh kasus tentang kebudayaan yang sudah ditinggalkan oleh manusia karena menurut mereka jika mengikuti kebudayaan dianggap norak/kampungan. Kasus ini mengenai logat(gaya bahasa) yang berasal dari Jawa Tengah yang sulit untuk dirubah dan telah menjadi kebudayaan masyarakat, umumnya Jawa Tengah.
Sebagai orang Jawa Tengah terutama yang bertempat tinggal di Tegal, Jawa Tengah. Bahasa yang digunakan dalam keseharian kita sebut saja bahasa ngapak. Mungkin sebagian orang ada yang belum tahu apa bahasa ngapak? Atau pernah mendengar tetapi belum memahaminya.
Bahasa ngapak adalah salah satu bahasa daerah di Jawa Tengah, namun tidak semua wilayah Jawa Tengah menggunakan bahasa ini. Bahasa ngapak lebih ke daerah Jawa Tengah yang mendekati Jawa Barat. Sama seperti bahasa jawa pada umumnya yang paling membedakan adalah penempatan huruf “O” menjadi “A” dan dengan nada yang sedikit keras serta intonasi yang lebih cepat.
Contoh:
“Ono opo to?” menjadi “Ana apa ya?”,
“Piye to?” menjadi “Kepriwe ya?”
Dan masih sangat banyak lagi contoh-contoh yang lain dan tentunya bukan pada penempatan huruf “O” menjadi “A” saja.
Meskipun sering diejek karena gaya bahasa yang digunakan cenderung kasar dan intonasi bicaranya lebih cepat seperti orang yang marah, saya kira bahasa ngapak bukanlah hal yang memalukan. Malah menurut saya kita harus bangga mempunyai beragam bahasa salah satunya bahasa ngapak. Belum tentu Negara lain mempunyai bahasa sebanyak bangsa Indonesia. Memang sering kita jumpai jika ada orang yang menggunakan bahasa ngapak pasti ditertawakan. mengapa demikian?apakah kita sudah tidak peduli dengan kebudayaan kita sendiri?apakah kita lebih memilih kebudayaan dari luar(kebarat baratan). Jawabannya ada dalam diri kita sendiri.
Sudah sepantasnya kita melestarikan budaya kita sendiri, Bahkan masih banyak kosakata bahasa daerah yang tidak dimengerti oleh masyarakat daerah itu sendiri dan tidak sepantasnya kita sebagai orang yang mengaku berpendidikan mengolok-olok bahasa daerah orang lain dan merendahkannya. Bukankah sudah banyak contoh kasus bahwa budaya asli Indonesia yang diakui negara lain? Saya harap hal seperti ini tidak akan terulang kembali. Mari kita lestarikan budaya yang ada.

Apakah faktor-faktor yang menyebabkan hal seperti ini terjadi. Berikut faktor-faktornya:

1. KURANGNYA REGENERASI
Jarang sekali generasi muda yang mau mempelajari budaya sendiri  sehingga dikhawatirkan bila tidak diadakan regenerasi maka kedepannya generasi muda tidak mengenal lagi kebudayaan bangsa sendiri

2. KURANGNYA RASA MEMILIKI
Masih ingat peristiwa Malaysia yang ingin mematenkan budaya bangsa ini misalnya reog, tari tor - tor, batik, dll? Bagaimana reaksi kita saat itu? marah, emosi, geram, kesal? mengapa perasaan seperti ini baru muncul setelah negara tetangga ingin mengklaim budaya yang selama ini menjadi milik kita. Itu semua terjadi karena kurangnya rasa memiliki didalam diri kita masin-masing sehingga kita cenderung menyepelekan budaya yang telah kita miliki

3. KURANGNYA PENGHARGAAN DARI PEMERINTAH
Harus diakui bahwa pemerintah kita kurang memperhatikan budaya Indonesia. Para pelaku serta pemerhati dunia budaya masih kurang mendapatkan apresiasi dari pemerintah sehingga dapat dikatakan bahwa budaya masih menjadi prioritas kesekian dari jumlah daftar prioritas bagi pemerintah. Ini terlihat dari minimnya anggaran yang disediakan pemerintah untuk program - program budaya di Indonesia

4. KONSEP PELESTARIAN BUDAYA YANG KURANG TEPAT
Melestarikan budaya tidak berarti hanya melakukan sesuatu demi tetap adanya sebuah budaya tersebut, tetapi lebih dari itu. Pelestarian budaya sangat berhubungan dengan regenerasi dan sikap memiliki. Karena tanpa kedua hal tersebut, mustahil pelestarian budaya bisa dilakukan secara maksimal

5. MASYARAKAT YANG TERLALU MUDAH MENYERAP BUDAYA LUAR
Dapat dikatakan generasi muda sekarang lebih menyukai film box office bila dibanding dengan menonton wayang semalam suntuk. Remaja sekarang lebih senang mengenakan baju model Korea, mengikuti fashion dan trend yang sedang berkembang. Misalnya saja dari segi bahasa “cius” “miapa”. Hal itu sama saja mengubah bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia. Ini terjadi karena masih adanya anggapan ingin dibilang keren,gaul dan menjadi trendsenter. Budaya-budaya luar negeri lebih mudah diserap oleh masyarakat Indonesia


Sumber :






 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar